Internalisasi Masa Internalisasi

/
0 Comments
Masa internalisasi adalah masanya penanaman nilai dan pola pikir. Disini kami dituntut untuk berfikir layaknya para pemikir hebat. Para aktifis dan penggerak bangsa yang nampaknya sangat sedikit tidur. Mereka banyak berfikir, diskusi dan berinisiatif. Kearah sanalah aku merasa diri ini sedang dibina. Di masa inilah kita akan diulang-ulang pada rutinitas yang jika tanpa kesungguhan dan niatan baik dalam menjalankannya, akan terasa semakin hambar dan abu-abu. Tapi dengan tekad dan kesungguhan, ini adalah masanya berfikir dan beramal yang baik dan bisa dibilang “relatif mudah”. Kenapa mudah? Karena pada masa ini kita masih “disuapi”. Dibaik-baiki dan diperhatikan full oleh pembina. Kami betul beruntung dimana justru banyak alumnis RK lain yang berusaha mencari-cari untuk kembali dibina pada masa ini. Pada saat inilah kita betul-betul menurut dan lebih mendalam dalam berfikir. Memahami makna dari setiap tindakan dan suruhan.
Di asrama kali ini, jujur saja aku juga masih kurang sepenuh diri menghidupinya. Masih tersisa mindset dan bodyset bahwa kuliah malam, berangkat pagi, dan rumah (baca:asrama) memang untuk numpang tidur saja. Kurang lebih seperti itulah pola pikir yang terbentuk pada diriku semenjak dua tahun terakhir saat pindah ke Bogor. Kini tak bisa begitu saja, nampaknya harus kukembalikan mindset 3 tahun di asrama SIN, Sekolah Indonesia Nederland. Asrama yang telah banyak mengajariku, dan bahkan menjadi titik balik diri. Ceritanya bagaimana? Itu untuk lain waktu.
Rasanya beberapa saja kekurangan yang bisa kuangkat dari kerberjalanan asrama. Kurang serius menjalani programm pembinaan, banyak yang tidur; Suasana sosial asrama yang masih kurang nyaman. Kurang dekat, kurang sering bercengkrana, bercerita, atau “main” bareng; Banyak masalah yang tidak terselesaikan dan tidak tersampaikan; Belum adanya koordinasi yang baik; Kurangnya valuasi, terlalu sering evaluasi.
Yap, dari beberapa poin diatas, diambil garis besar masalah ada pada inisiatif kami yang masih kurang dalam menjalani program dan kehidupan di asrama. Barangkali hal ini disebabkan kami yg mindsetnya masih belum sepenuhnya merasa memiliki asrama itu. Kami yang masih merasa seolah-olah asrama adalah sekedar tempat tinggal –dalam artian, tinggal lalu mendapatkan pelayanan dan kenyamanan- padahal seharusnya tak demikian. Kami di asrama untuk dibina. Digembleng dan berjuang. Belajar dan terus belajar. Mengajari dan berkarya. Atau dari yang paling sederjana saja, menjaga kamar tetap rapi bersih, begitupun seluruh ruangan lainnya. Bukankah menjaga kenyamanan dan kehidupan teman seasrama akan melatih kita menjaga kenyamanan dan ketentraman negara. Bukankah pekanya kita pada teman yang sakit kelak akan menjadikan kita pemimpin negara yang senantiasa memperhatikan rakyat kecilnya diujung pelosok sana. Tapi... sudahlah. Rasanya itu terlalu jauh, bukan dalam artian tidak baik, namun barangkali hal seperti itu tak bisa serta-merta ditangkap akal dan dipahami atau diinternalisasi secara cepat.
Masalah lain yang timbul dari rendahnya inisiatif ini barangkali adalah jarangnya kita berkumpul dan bercengkrama bersama. Semua nyaman dan sibuk dengan kesibukannya masing-masing.
Tapi, toh ini baru 2 bulan pertama? Tidak. 1,75 bulan pertama. Masih ada waktu dan kami pasti bisa menjadi lebih baik dari ini. Kita harus berubah, dan akan kucoba mulai dari diri sendiri.
~wallahualam

-Roy


You may also like

No comments:

Powered by Blogger.