Salah satu hal yang kusedihkan adalah kebiasaanku yang seringkali menyia-nyiakan ilmu. Aku telah berada di kubangan ilmu yang begitu strategis. Berada di antara jaringan pertemanan yang luar biasa cerdas dan beragam, dengan visi dan semangatnya masing-masing. Tapi aku masih belum mampu untuk memaksimalkan potensi mereka dengan ikut serta pada berbagai perlombaan. Aku pun telah terdidik di rumah kepemimpinan dengan berbagai macam warna dan ilmu, tetapi seolah semua hilang, menguap, ditelan oleh waktu dan mood fikiran yang tidak menentu. Ya, lagi-lagi mood pikiran yang mematikan dan menjadi justifikasi atas diri untuk diam dan tidak melakukan apapun.

- kegagalan aktif di forum internasional atau seminar nasional
- kegagalan dalam berlomba, tidak maksimal
- tidak mendidik bawahan cara manajemen waktu
- tidak mendidik bawahan untuk ikut forum-forum strategis sehingga mereka siap dengan meda apapun

Kesia-siaan ilmu ini sungguh ingin kuhilangkan. Maka aku akan memulai dari membuat sebuah list apa saja nikmat serta ilmu yang kudapatkan, dapat kubagikan, atau dapat kumaksimalkan dengan apapun peranku sekarang. Jadilah sepenuhnya dirimu, tapi mulailah dari bersyukur melalui pemanfaatan ilmu yang telah kau miliki dan akumulasi ini.

Caranya? bisa dengan tulisan, karya, pengmas, diskusi, cerita, rangkaian pengkaderan.

"Cara terbaik memulai menulis adalah dengan memulai menulis"
- Ketua Himpunan Inddes ITB 2018

Hatimu tak akan pernah siap, carilah kesiapan hati itu sembari kau berisap.
(berfikir soal mengambil amanah yang lebih besar lagi)
"Pemimpin Muda!", sontak riuh ramai para peserta berdiri tegak dari posisi duduknya seraya meneriakkan "SIAP!". Begitu hebat energi yang dihasilkan oleh sebuah retorika. Luar biasa kencangnya, melambung tinggi, mengangkasa, namun jatuh dalam, menghujam hingga ke kalbu. Sebuah kata yang begitu singkat namun demikian sarat akan makna. Sebuah kata yang telah mengakar di dalam jiwa para peserta didiknya, dalam sebuah wadah berupa rumah yang dilabeli besar-besar dengan kata kepemimpinan. Entah hanya menjadi label belaka ataukah betul akan terpatri dalam pikiran dan timbul dalam perbuatan. Entah apakah sebuah nama dan alur pembinaan yang dirancang dapat merubah nasib dan sikap seseorang atau tidak. Entahlah, toh ini hanya sebuah lembaga, seperti halnya lembaga-lembaga lain. Tapi kali ini, Rumah Kepemimpinan telah memberikan wujud baktinya. 15 tahun bukanlah waktu yang sebentar, dan selama itu pulalah perjuangan dalam mendidikan dan membakar pemuda-pemuda telah menjadi keseharian dalam pembinaan rumah ini. Mulai dari piring kotor, hingga ekonomi politik dunia, seluas itulah spektrum pemahaman para pemuda-pemuda ini dibentuk. Untuk terus terbuka dan uptodate atas info dunia. Memiliki cita-cita luhur yang kan membawa kebermanfaatan nyata.

15 tahun ini adalah era pembuktian dan era keberlanjutan yang dimulai dari rencana pengadaan Regional VIII Kalimantan. Mudah-mudahan dengan terus terinspirasi dan tergemblengnya para ulat-ulat nakal ini (istilah Bang Bachtiar Firdaus ketika menyebut para peserta Rumah Kepemimpinan) kelak akan semakin banyak terlahir kupu-kupu peradaban yang kan terus menebar keindahan dan kebermanfaatan dimanapun mereka hinggap.

Pemimpin Muda, SIAP!


Masih terngiang di benak kita gelora semangat seorang mantan presiden kita, bapak Ir. Soekarno dengan kata-katanya yang melegenda "Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". Betapa dahsyat visi yang ia berikan, pesan yang demikian sarat akan makna, dan tentunya bukan keluar dari omong kosong belaka, tapi dari fikiran seorang intelektual yang telah memiliki demikian banyak pengalaman.

/ma·ha·sis·wa/ n orang yang belajar di perguruan tinggi;

Mahasiswa ibarat pucuk-pucuk terbaik tanaman yang siap menjadi penerus perjuangan, menciptakan cabang-cabang baru, meninggi, merekah.

Dewasa ini, globalisasi semakin gencar masuk, adat dan budaya barat, korea, jepang datang deras membanjiri bak air bah yang tak terbendung. Seolah tak mungkin dibatasi dan justru aneh jika ditangkal, kita akan dikatai "kuper". Tak hanya budaya dan "entertainment" saja, lapangan pekerjaan, tempat tinggal, sektor ekonomi seperti memanggil-manggil minta didatangi. Siapa coba yang tidak mau menyandang predikat "bekerja di perusahaan luar negeri", menjadi seutuhnya penduduk global (global citizen). Alhasil, lahir pulalah banyak pemimpi besar yang hanya berkiblat pada cita-cita di luar negeri. Dan justru disayangkan, karena tak jarang ketika ditanya hendak berkontribusikah untuk negeri, dan jika iya apa? maka justru bingung hendak menjawab apa, atau dengan mudah melempar jawaban sudah pusing karena banyaknya masalah yang berseliwiran di negeri ini.

Kampus dan dunia akademi pun tak jarang malah menghantarkan suatu pesan tersirat yang selaras dengan fenomena itu. Kurikulum yang diperketat, waktu belajar yang dibatasi (kalau tidak, mahasiswa akan di Drop Out) justru kian membatasi ruang gerak mahasiswa. Membatasi ruang gerak dan ruang belajar para pucuk muda ini. Dalam hal ini, belajar yang dimaksud tidak terbatas pada kemampuan formal, hard skill dan kurikulum akademik, tapi pembelajaran sesungguhnya yang mana akan banyak melibatkan soft skill, pengembangan daya kritis nalar, serta kemampuan untuk hidup sebagai warga negara dan warga dunia.

Mudah-mudahan saja P.T. masih sepenuhnya dimaknai dan dihayati baik oleh para pembelajarnya dan juga stakeholder yang menghidupinya sebagai Perguruan Tinggi, dan bukan Perseroan Terbatas. Tentunya dalam menghidupkan hal itu, butuh inisiatif dan peran mahasiswa untuk kian menggali dan memperluas wawasannya. Memahami sejarah dan menilik semangat yang pernah dimiliki para pendahulu negeri. Karena 10 pemuda yang diinginkan soekarno bukanlah mereka yang diam ditempat, mengikuti arus, terombang-ambing. Tapi mereka adalah 10 pemuda yang memiliki visi dan cita-cita hebat, serta punya semangat dan ambisi besar untuk mewujudkannya.
(12-13 Mei 2017)
Pembicara: Bachtiar Firdaus (Direktur Utama Rumah Kepemimpinan)

Aula Kepemimpinan - Pada hari jumat-sabtu kemarin kami baru saja kedatangan Direktur Utama Ruma Kepemimpinan, Bang Bachtiar Firdaus. "Sudah 10 Bulan!" kembali beliau ingatkan dengan gayanya yang khas. Dalam 10 bulan ini kami haruslah mampu membuktikan bahwa diri telah bertransformasi menjadi seorang Muslim Produktif, Aktifis Pergerakan, serta Mahasiswa Berprestasi. Dalam segala kegiatan dan tindakan yang kami lakukan, kami haruslah mampu menyeimbangkan 3 capaian itu dengan digarisbawahi bahwa "Seorang pemimpin lahir dibawah tekanan". Bertransformasi dari kurcaci-kurcaci kecil, untuk menjadi raksasa peradaban.

Beliau datang dengan membawa materi mengenai "Leaders and Leadership", memahamkan makna kepemimpinan dan menelisik kisah pemimpin-pemimipin yang sudah ada. Tema yang dibawa adalah "Prophetic Leadership", menengok kepemimpinan para nabi.

Kisah pertama adalah kisah regenerasi kepemimpinan Thalut-Daud-Sulaiman.
- Thalut, pemimpin pembebas
- Daud, pemimpin yang membangun
- Sulaiman, pemimpin yang ekspansif
Banyak sekali hikmah yang dapat diambil dari kisah mereka

Thalut seorang yang sederhana, namun tegas dan kuat. Ia besar sebagai penggembala dan mengisi waktunya dengan berlatih fisik dan belajar taktik serta strategi perang. Akhirnya ia berhasil menang bersama Nabi Daud sebagai panglimanya. Nabi Daud begitu cerdas dengan menyerang titik lemah seorang Jalut. Seorang Nabi Daud adalah dia yang begitu memahami dalam taktik dan eksekusi haruslah fokus pada Center of Gravity. Beliau dan pasukan Thalut menjadi para Creative Minority yang solid.

Selanjutnya dimasa kepemimpinan Nabi Daud, ia tegas dan taktis dalam memutuskan, tetapi terkadang masih belum menghasilkan putusan yang win-win solution. Maka Nabi Sulaiman seringkali membantu memutuskan perkara, berkat kecerdasannya serta kearifannya. Nabi Sulaiman seorang yang tumbuh dilingkungan intelek, memiliki wawasan yang luas dan kecerdasan sosial yang tinggi. Nabi Daud adalah seorang Decisive Leader, seorang mampu memutuskan dengan cepat dan tepat. Ia dipercaya dan mampu membawa perubahan-perubahan revolusioner. Seorang Nabi Sulaiman adalah orang yang ahli dalam menerapkan Keadilang yang terukur (Measurable or Instrumental Justice).

Selanjutnya adalah kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir. Dari kisah mereka didapatkan hikmah yang jika dibahasakan dalam konteks organisasi dan kepemimpinan. Dalam melihat suatu perkara haruslah menyeluruh dan dalam pemahaman jangka panjang. Tidak bisa sekedar melihat perkara dari pemaknaan singkat. Dalam hal ini Nabi Musa harus memperbaiki Organizational Performance dari Bani Israil. Akibat rapuhnya kaum tersebut, mereka bisa saja dengan mudah dihancurkan oleh penguasa. Selanjutnya, dalam membangun organisasi, bangunlah dinding yang menjadi penopang. Membangkitkan lagi hartakarun warisan berupa misi sejarah serta visi awal yang seringkali terlupakan.

Nabi Musa dalam beberapa kejadian masih terjebak oleh sifat sombong. Terkadang sifat itu justru yang menyulitkan untuk menemukan hikmah dan mendapat pilihan-pilihan yang tepat. Akhirnya ia belajar banyak kepada Nabi Khidir.

Sebelum penutupan, kami diingatkan mengenai quote seorang prajurit perang Prusia.
"Everything in strategy is very simple, but that does not mean everything is very easy (to Implement)".
- Carl von Clausewitz

Seringkali dalam menyusun strategi tak sejalan dengan eksekusi yang baik dan mulus. Haruslah mau untuk terus belajar.

Habiskan jatah kesalahan di masa sekarang!
Diskusi Pasca Kampus
Bersama Kang Ucup

Rabu, 30 November 2016
Pada malam itu, kami berlanjut dengan kegiatan rutin kami yaitu Diskusi Pasca Kampus, dan kali ini pengisinya adalah Kang Ridwansyah Yusuf Ahmad, atau akrab disapa Uda Yusuf. Beliau adalah seorang mantan G1 dan Presiden-KM ITB. Ketika melanjutkan studi di belanda, iapun sempat mengemban amanah sebagai Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda. Berbagai amanah yang diembannya tentu bukan tanpa tujuan dan maksud, tiap langkahnya ia susun dengan baik dan melalui pertimbangan yang tidak mudah.

“80% lulusan ITB yang baru lulus nggak tau harus kemana.” begitu tuturnya sembari duduk akrab bersama kami ketika sebelumnya menolak untuk menduduki kursi yang telah disediakan. Beliau kemudian melanjutkan dengan memberikan beberapa kisah mengenai potensi Indonesia yang sesungguhnya masih sangat besar. Indonesia sedang berada dibawah. Dahulu ketika Belanda berkuasa atas sebagian besar nusantara, belanda telah menjadi sebuah “peradaban” diatas Indonesia. Sekian lama ia menjajah dan melucuti hak kekayaan pribumi tanpa ada perlawanana berarti. Rupanya, keberhasilan Belanda atas Indonesia itu tidak hadir begitu saja. Dahulu, diawali seorang Snouck Hurgronje, ia adalah seorang ahli budaya asal Belanda yang fasih bebahasa arab dan memiliki pemahaman yang baik pada islam dan budayanya. Ia kemudian dikirim ke Indonesia untuk meneliti lebih lanjut bagaimana kehidupan dan keberlangsungan di sana. Dia menjadi seorang penasihat untuk urusan adat dan mengelola beberapa permasalahan yang ada. Selama di Indonesia, atau Aceh lebih lamanya, dia telah mengirimkan banyak sekali tulisan mengenai bagaimana sifat masyarakat hindia belanda, sampai akhirnya belanda memahami betul bagaimana bertindak terhadap sifat masyaraka adat yang berbeda dari daerah yang berbeda.
“Peradaban tidak tiba-tiba datang pada ‘momentum’ yang pas, ia dibentuk.”
            Uda Yusuf seorang staff ahli dari Wali Kota Bandung Pak Ridwan Kamil ini, melanjutkan dengan menceritakan keberhasilan dan kemajuan Tiongkok dan India dalam memajukan negaranya. Tiongkok yang menjadi Negara dengan GDP tertinggi, menjadi tender PLTN di Negara-negara eropa, serta India yang profesornya sudah tersebar luas di universitas terkemuka dunia, serta lulusannya banyak yang menjadi CEO hebat. Beberapa negara ini telah berhasil menyiapkan “investasi”-nya semenjak tahun 1980an, sampai akhirnya mereka bisa memetik hasilnya sekarang. Beberapa kesuksesan itu ditunjang oleh keberhasilan mereka dalam mengelola “baby booming”. Amerika mendapat bonus “baby boom” pada masa perang dunia II, India dan Tiongkok pada tahun 1980an. Indonesia di prediksi akan mengalami bonus ini pada tahun 2028.
“Yang memiliki Baby-Booming akan menguasai dunia!”
Tentu tidak asal saja kalimat itu keluar dari mulutnya, Kang Ucup adalah seorang sarjana teknik Urban Planning ITB dan Master of Arts (M.A.), Governance, Policy, and Political Economy dari Erasmus University of Rotterdam, Ia mengamati dari beberapa trend dunia yang pernah terjadi. Berangkat dari sana, timbul rasa optimisnya akan posisi Indonesia kelak. Tentu itu semua tidak akan hadir begitu saja, ia melanjutkan dengan mengatakan perlunya Indonesia menyiapkan pemudanya untuk bisa menjadi agen perubahan kelak. Karena kelak para remaja sekaranglah yang akan mengembangkan sayap nusantara ke seantero dunia.
“Harus mulai direncanakan.”
Sebelum penutupan, dia sempat menuturkan untuk terus mengejar ilmu. Jangan batasi diri dengan hanya mempelajari keahlian tertentu. Milikilah wawasan dan keilmuan yang luas. Kuasailah 4 ilmu ini :
1.      Hardskill : Ini kelak akan menjadi ujung tombak kita, menjadi brand seseorang.
2.   Agama : Tak pernah salah memiliki berbagai keilmuan, dan tak boleh luput keagmaan sebagai dasar fondasi.
3.      Geografi dan Sosiologi : Softskill dan Public Speaking.
4.      Ilmu Sejarah : Sejarang berulang itu adalah suatu keniscayaan.
Terakhir ia menceritakan bahwa islam itu dasarnya rahmatan lil ‘alamiin. Islam mampu menjadi dasar dan memajukan peradaban-peradaban dunia. Islam punya kaitan yang erat dengan Pemuda, yaitu mendunia. Maka telah lama menjadi tugas pemuda untuk bergerak dan menduniakannya. Dan ditutup dengan taglinenya dulu semasa menjadi presiden-KM.
“Mari buat Indonesia Tersenyum!”
Masa internalisasi adalah masanya penanaman nilai dan pola pikir. Disini kami dituntut untuk berfikir layaknya para pemikir hebat. Para aktifis dan penggerak bangsa yang nampaknya sangat sedikit tidur. Mereka banyak berfikir, diskusi dan berinisiatif. Kearah sanalah aku merasa diri ini sedang dibina. Di masa inilah kita akan diulang-ulang pada rutinitas yang jika tanpa kesungguhan dan niatan baik dalam menjalankannya, akan terasa semakin hambar dan abu-abu. Tapi dengan tekad dan kesungguhan, ini adalah masanya berfikir dan beramal yang baik dan bisa dibilang “relatif mudah”. Kenapa mudah? Karena pada masa ini kita masih “disuapi”. Dibaik-baiki dan diperhatikan full oleh pembina. Kami betul beruntung dimana justru banyak alumnis RK lain yang berusaha mencari-cari untuk kembali dibina pada masa ini. Pada saat inilah kita betul-betul menurut dan lebih mendalam dalam berfikir. Memahami makna dari setiap tindakan dan suruhan.
Di asrama kali ini, jujur saja aku juga masih kurang sepenuh diri menghidupinya. Masih tersisa mindset dan bodyset bahwa kuliah malam, berangkat pagi, dan rumah (baca:asrama) memang untuk numpang tidur saja. Kurang lebih seperti itulah pola pikir yang terbentuk pada diriku semenjak dua tahun terakhir saat pindah ke Bogor. Kini tak bisa begitu saja, nampaknya harus kukembalikan mindset 3 tahun di asrama SIN, Sekolah Indonesia Nederland. Asrama yang telah banyak mengajariku, dan bahkan menjadi titik balik diri. Ceritanya bagaimana? Itu untuk lain waktu.
Rasanya beberapa saja kekurangan yang bisa kuangkat dari kerberjalanan asrama. Kurang serius menjalani programm pembinaan, banyak yang tidur; Suasana sosial asrama yang masih kurang nyaman. Kurang dekat, kurang sering bercengkrana, bercerita, atau “main” bareng; Banyak masalah yang tidak terselesaikan dan tidak tersampaikan; Belum adanya koordinasi yang baik; Kurangnya valuasi, terlalu sering evaluasi.
Yap, dari beberapa poin diatas, diambil garis besar masalah ada pada inisiatif kami yang masih kurang dalam menjalani program dan kehidupan di asrama. Barangkali hal ini disebabkan kami yg mindsetnya masih belum sepenuhnya merasa memiliki asrama itu. Kami yang masih merasa seolah-olah asrama adalah sekedar tempat tinggal –dalam artian, tinggal lalu mendapatkan pelayanan dan kenyamanan- padahal seharusnya tak demikian. Kami di asrama untuk dibina. Digembleng dan berjuang. Belajar dan terus belajar. Mengajari dan berkarya. Atau dari yang paling sederjana saja, menjaga kamar tetap rapi bersih, begitupun seluruh ruangan lainnya. Bukankah menjaga kenyamanan dan kehidupan teman seasrama akan melatih kita menjaga kenyamanan dan ketentraman negara. Bukankah pekanya kita pada teman yang sakit kelak akan menjadikan kita pemimpin negara yang senantiasa memperhatikan rakyat kecilnya diujung pelosok sana. Tapi... sudahlah. Rasanya itu terlalu jauh, bukan dalam artian tidak baik, namun barangkali hal seperti itu tak bisa serta-merta ditangkap akal dan dipahami atau diinternalisasi secara cepat.
Masalah lain yang timbul dari rendahnya inisiatif ini barangkali adalah jarangnya kita berkumpul dan bercengkrama bersama. Semua nyaman dan sibuk dengan kesibukannya masing-masing.
Tapi, toh ini baru 2 bulan pertama? Tidak. 1,75 bulan pertama. Masih ada waktu dan kami pasti bisa menjadi lebih baik dari ini. Kita harus berubah, dan akan kucoba mulai dari diri sendiri.
~wallahualam

-Roy

National Leadership Camp adalah ajang pelatihan intensif pertama bagi peserta Rumah Kepemimpinan angkatan 8. Kegiatan ini adalah pelatihan akbar dimana seluruh 270an peserta dari seluruh Indonesia diwajibkan hadir dan mengikuti rangkaiannya secara penuh. NLC diadakan oleh RK dalam rangka memacu semangat dan memanaskan mesin mesin para calon penerus peradaban. Kegiatan ini berlangsung selama 5 hari, yaitu dari tanggal 1 sampai 6 agustus 2016. Kegiatan ini diadakan di Depok.

Salah satu kegiatan yang berada di dalamnya adalah Dialog Tokoh bersama Tokoh-tokoh nasional, seperti Sandiaga Uno, Sudirman Said Mantan Menteri ESDM (2014-2016), Major (Purn.) Yoyok Riyo. Tak hanya tokoh nasional, diundang juga alumni-amuni yang sudah sukses menggeluti bidangnya masing-masing seperti kang Abdul Rahmat (ketua BEM Fakultas di UI yang sukses menjadi peneliti dan wirausahawan), Dalu Nuzul Kirom (Pencetus gerakan melukis Harapan, Dolly), Achmad Zaky (Founder dan CEO Bukalapak.com), serta masih banyak lagi. Kegiatan NLC ini bisa dibilang cukup padat, karena dalam satu hari, bisa diadakan 2-3 pembicara yang sudah memakan kurang lebih 3 jam ditambah agenda pelatihan lainnya seperti Apel pagi, pelatihan baris-berbaris sampai pada puncak acara berupa games team-work menyusun puzzle peta Indonesia. Pada kesempatan ini, saya ingin meng-highlight salah satu pembicara yang sangat inspiratif, yaitu Bapak Sandiaga Uno.

sumber : http://www.aktualita.co/
Sandiaga Uno adalah seorang wirusahawan besar di Indonesia. Dia adalah salah satu yang memberikan modal dan pengajaran pada kemajuan beberapa startup terkenal di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah Bukalapak.com, Gojek, Hijup dan lain sebagainya. Dia sempat menceritakan pengalamannya mengisi NLC beberapa tahun lalu. Saat itu ada seorang peserta yang duduk di saf ketiga dari depan. Peserta itu begitu antusias mendengarkan segala hal yang disampakan oleh bapak Sandiaga Uno, sampai pada akhir acara, peserta itu berinisiatif dan memberanikan diri untuk menghadap Bapak Sandiaga Uno. Ketika itu, ia meminta untuk bisa berguru dan menjadi binaan Bapak Sandiaga, yaitu menjadikannya mentor. Peserta itu adalah seorang mahasiswa Bandung bernama Achmad Zaky, yang kini lebih dikenal sebagai pendiri Bukalapak.com.

“Hidup bagi kebanyakan orang penuh dengan pilihan dan bergantung bagaimana kita pandai menyikapi dan pintar dalam memilih.”

Kurang lebih begitu tuturnya di awal sesinya. Ia menjelaskan bahwa yang demikian Itu adalah persepsi yang dianut oleh kebanyakan orang sekarang, dan sayang sekali paradigma mereka itu sebenarnya salah. Hidup itu bukanlah suatu jalan dengan banyak cabang dan pilihan, hidup ini hanyalah satu jalan yang berliku nan terjal. Sesungguhnya kita tak memilih untuk hidup sebagai apa, tapi kita diberikan pilihan untuk sepenuhnya menghidupi kehidupan kita. Apakah seseorang bisa terus istiqomah dan maksimal dan melaksanakan perjalanannya, adalah tantangan bagi tiap-tiap insan.

“Saya jamin, anda akan gagal, tapi anda harus mau bangkit lagi.”
Bonus Demografi akan menjadi salah satu keunggulan terbesar dari Negara besar kita, Indonesia. Dengan kekayaan sumber daya manusia serta keunggulan angka kelahiran, kita diramalkan akan menjadi salah satu Negara pemegang keberlangsungan kehidupan global dalam 50 tahun kedepan. Menurut Bapak Uno, kuncinya adalah revolusi industri. Semua anak muda harus melek teknologi digital, karena ia akan menjadi pilar dan sumber kekuatan bagi mereka. Minimal bisa pandai dalam menyortir berita dan ilmu yang masuk dari derasnya arus informasi kelak. Tambah lagi, trend dan perekonomian zaman ini sudah banyak dipegang oleh para pakar dunia cyber. Bagaimana tidak, penyebar informasi terbesar sudah bukan lagi para pelapak koran atau perusahaan majalah, melainkan media-media sosial yang sudah punya jutaan pengguna. Perusahaan Hotel terbesar saat ini adalah Perusahaan Hotel yang bahkan tak punya satupun kamar hotel, yaitu RB ’n B. Perusahaan taxi terbesar bahkan tak punya taxi sendiri, itulah UBER. Kedepannya, kelak akan berkembang pengobatan tepat guna yang spesifik untuk ‘tiap orangnya. Tidak lagi mengandalkan obat segala umat dari apotek. Juga kelak dalam pemenuhan kebutuhan donor organ, cukup dengan teknologi 3D printing dan lain sebagainya. Dunia teknologi sudah jauh berkembang dan akan terus demikian. Jika kita tak lagi berusaha mulai lari dari sekarang, barangkali bonus demografi nanti hanya akan menjadi penyumbang bagi buruh-buruh internasional yang kelak akan dikirim ke seluruh dunia. Bukan pemuka-pemuka perusahaan dan pemimpin dunia yang mampu menentukan keputusan dan kian memajukan negara Indonesia.

“Siap jadi decision maker?”

Itu artinya punya tekad yang kuat, dan berani. Berani dalam mengambil keputusan, sesulit apapun itu. Lebih baik salah dalam mengambil keputusan daripada tidak mengambilnya sama sekali. Kita akan belajar dari kesalahan itu, bangkit dan terus berkembang, berpacu.

“Never stop learning.”

Kembangkanlah diri, dan perluas wawasan. “Saya selalu sempatkan waktu untuk membaca” tutur beliau. Bahkan dibalik padatnya aktifitas dan besarnya amanah-amanah yang diemban, membaca tetap menjadi suatu kebutuhan dan prioiritas baginya. Milikilah ambisi dan komitmen untuk mencapai tujuan.

“Biasakan evaluasi diri.”

Di tempat lain, banyak orang yang sudah tidak mau mengembangkan dirinya lagi. Mereka merasa sudah bisa dan tak perlu lagi ada yang diperbaiki. Pemimpin tidak boleh arogan, mereka harus senantiasa humble. Karena sesungguhnya pemimpin itu tidak sukses karena dirinya, tapi karena timnya. “Kalo gagal itu salah dirinya, tapi kalo sukses itu karena timnya”.

“Dalam bekerja terapkanlah Etos 4 AS”
1. Kerja Keras
2. Kerja Cerdas

3. 
Kerja Tuntas
4. 
Kerja Ikhlas

Berikut penjabarannya,

Dalam segala urusan dalam kehidupan, telah banyak sekali nikmat, dan kemudahan yang diberikan Allah, baik secara langsung maupun melalui peranatra orang lain. Maka dari sana seudah sepantasnya kita sadari segala karunia itu. Peganglah pola pikir untuk senantiasa ingin dalam mengembalikan segala apa yang telah didapatkan, maka Kerja Keras akan lahir. Dalam mengurus segala pekerjaan dan tugas, tentunya ada berbagai cara penyelesaian dan media yang dapat digunakan. Ada pilihan yang dapat menyelesaikannya secara cepat dan ringkas, ada juga cara yang membutuhkan ketekunan lebih dan juga kesabaran dalam melaksanakannya, maka kita dituntut untuk be-Kerja Cerdas. Pintar dan cerdik, senantiasa kreatif dalam mencari penyelesaian masalah. Pun jika kita sudah berusaha keras dan cerdas, namun berhenti ditengah jalan, tak akan terlahir yang namanya karya. Karya adalah buah dari kerja yang Keras, Cerdas dan juga memenuhi parameter selesai, maka dari itu kita harus selalu menggalakkan Kerja Tuntas. Terakhir tapi tidak kalah penting adalah penyikapan hati dalam menjalankan semua hal diatas. Bekerja adalah ibadah jika diawali dengan niat, dan dijalani dengan ikhlas. Maka aspek terakhir dalam bekerja adalah Kerja Ikhlas.

        “Dalam membangun jiwa kepemimpinan, pasti ada naik dan turunnya.” Demikian adalah jawaban Bapak Sandiaga ketika salah seorang peserta menanyakan mengenai cara mengatasi jiwa kepemimpinan yang labil dan terus naik turun. Beliau memberikan kunci yaitu 2S. Sabar dan Syukur. Sabar, dan tetap berusaha sekeras mungkin. Dikala segala urusan terasa demikian berat dan kacau, toh kita tak pernah sendiri menjalaninya. Ingatkah kita bahwa Allah ada dan selalu ada, begitu dekat, bahkan dari urat nadi sekalipun. Cukuplah kita serahkan segalanya pada Allah, memohon kekuatan dan kelancaran, tinggal lah kita maksimalkan usaha dan ikhtiar. Syukur, dan tetap rendahkan hati, tundukkan ia dari sombong dan riya’. Syukur adalah sumber dari segala kebahagiaan, dan mata air yang seolah akan makin deras dikala kita ambil air dan manfaatnya. Mata air penuh keberkahan dan nikmat, yang juga membatasi diri untuk tidak berlebih-lebihan.


        Terakhir, Bapak Sandiaga menutup dengan menjawab pertanyaan mengenai Startup dan cara menarik permodalannya diawal. Ia menuturkan bahwa kuncinya ada pada kretifitas dan orisinalitas ide. Startup adalah bisnis uang menjawab tantangan sosial yang ada. Maka seberapa berhasil kita menjawab tantangan sosial itu, semakin maju juga startup kita. Bandingkan juga dengan salah satu startup paling nge-trend yang ada sekarang, bukalapak.com. Ketika dulu awal membina Achmad Zaky dalam pengembangan Startupnya, Achmad Zaky menjelaskan bahwa tujuan dari startupnya adalah keinginannya menggunakan data untuk memberdayakan UMKM. Maka berangkat dari sana, tetaplah fokus dan miliki tujuan mendasar dari pembuatan startup itu sendiri. Arahkan segala pergerakan dan tindakan pada pemenuhan tujuan utama itu, dan sisanya akan berdatangan seiring dengan seriusnya kita menjalaninya.
Powered by Blogger.