"Pemimpin Muda!", sontak riuh ramai para peserta berdiri tegak dari posisi duduknya seraya meneriakkan "SIAP!". Begitu hebat energi yang dihasilkan oleh sebuah retorika. Luar biasa kencangnya, melambung tinggi, mengangkasa, namun jatuh dalam, menghujam hingga ke kalbu. Sebuah kata yang begitu singkat namun demikian sarat akan makna. Sebuah kata yang telah mengakar di dalam jiwa para peserta didiknya, dalam sebuah wadah berupa rumah yang dilabeli besar-besar dengan kata kepemimpinan. Entah hanya menjadi label belaka ataukah betul akan terpatri dalam pikiran dan timbul dalam perbuatan. Entah apakah sebuah nama dan alur pembinaan yang dirancang dapat merubah nasib dan sikap seseorang atau tidak. Entahlah, toh ini hanya sebuah lembaga, seperti halnya lembaga-lembaga lain. Tapi kali ini, Rumah Kepemimpinan telah memberikan wujud baktinya. 15 tahun bukanlah waktu yang sebentar, dan selama itu pulalah perjuangan dalam mendidikan dan membakar pemuda-pemuda telah menjadi keseharian dalam pembinaan rumah ini. Mulai dari piring kotor, hingga ekonomi politik dunia, seluas itulah spektrum pemahaman para pemuda-pemuda ini dibentuk. Untuk terus terbuka dan uptodate atas info dunia. Memiliki cita-cita luhur yang kan membawa kebermanfaatan nyata.

15 tahun ini adalah era pembuktian dan era keberlanjutan yang dimulai dari rencana pengadaan Regional VIII Kalimantan. Mudah-mudahan dengan terus terinspirasi dan tergemblengnya para ulat-ulat nakal ini (istilah Bang Bachtiar Firdaus ketika menyebut para peserta Rumah Kepemimpinan) kelak akan semakin banyak terlahir kupu-kupu peradaban yang kan terus menebar keindahan dan kebermanfaatan dimanapun mereka hinggap.

Pemimpin Muda, SIAP!


Masih terngiang di benak kita gelora semangat seorang mantan presiden kita, bapak Ir. Soekarno dengan kata-katanya yang melegenda "Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". Betapa dahsyat visi yang ia berikan, pesan yang demikian sarat akan makna, dan tentunya bukan keluar dari omong kosong belaka, tapi dari fikiran seorang intelektual yang telah memiliki demikian banyak pengalaman.

/ma·ha·sis·wa/ n orang yang belajar di perguruan tinggi;

Mahasiswa ibarat pucuk-pucuk terbaik tanaman yang siap menjadi penerus perjuangan, menciptakan cabang-cabang baru, meninggi, merekah.

Dewasa ini, globalisasi semakin gencar masuk, adat dan budaya barat, korea, jepang datang deras membanjiri bak air bah yang tak terbendung. Seolah tak mungkin dibatasi dan justru aneh jika ditangkal, kita akan dikatai "kuper". Tak hanya budaya dan "entertainment" saja, lapangan pekerjaan, tempat tinggal, sektor ekonomi seperti memanggil-manggil minta didatangi. Siapa coba yang tidak mau menyandang predikat "bekerja di perusahaan luar negeri", menjadi seutuhnya penduduk global (global citizen). Alhasil, lahir pulalah banyak pemimpi besar yang hanya berkiblat pada cita-cita di luar negeri. Dan justru disayangkan, karena tak jarang ketika ditanya hendak berkontribusikah untuk negeri, dan jika iya apa? maka justru bingung hendak menjawab apa, atau dengan mudah melempar jawaban sudah pusing karena banyaknya masalah yang berseliwiran di negeri ini.

Kampus dan dunia akademi pun tak jarang malah menghantarkan suatu pesan tersirat yang selaras dengan fenomena itu. Kurikulum yang diperketat, waktu belajar yang dibatasi (kalau tidak, mahasiswa akan di Drop Out) justru kian membatasi ruang gerak mahasiswa. Membatasi ruang gerak dan ruang belajar para pucuk muda ini. Dalam hal ini, belajar yang dimaksud tidak terbatas pada kemampuan formal, hard skill dan kurikulum akademik, tapi pembelajaran sesungguhnya yang mana akan banyak melibatkan soft skill, pengembangan daya kritis nalar, serta kemampuan untuk hidup sebagai warga negara dan warga dunia.

Mudah-mudahan saja P.T. masih sepenuhnya dimaknai dan dihayati baik oleh para pembelajarnya dan juga stakeholder yang menghidupinya sebagai Perguruan Tinggi, dan bukan Perseroan Terbatas. Tentunya dalam menghidupkan hal itu, butuh inisiatif dan peran mahasiswa untuk kian menggali dan memperluas wawasannya. Memahami sejarah dan menilik semangat yang pernah dimiliki para pendahulu negeri. Karena 10 pemuda yang diinginkan soekarno bukanlah mereka yang diam ditempat, mengikuti arus, terombang-ambing. Tapi mereka adalah 10 pemuda yang memiliki visi dan cita-cita hebat, serta punya semangat dan ambisi besar untuk mewujudkannya.
(12-13 Mei 2017)
Pembicara: Bachtiar Firdaus (Direktur Utama Rumah Kepemimpinan)

Aula Kepemimpinan - Pada hari jumat-sabtu kemarin kami baru saja kedatangan Direktur Utama Ruma Kepemimpinan, Bang Bachtiar Firdaus. "Sudah 10 Bulan!" kembali beliau ingatkan dengan gayanya yang khas. Dalam 10 bulan ini kami haruslah mampu membuktikan bahwa diri telah bertransformasi menjadi seorang Muslim Produktif, Aktifis Pergerakan, serta Mahasiswa Berprestasi. Dalam segala kegiatan dan tindakan yang kami lakukan, kami haruslah mampu menyeimbangkan 3 capaian itu dengan digarisbawahi bahwa "Seorang pemimpin lahir dibawah tekanan". Bertransformasi dari kurcaci-kurcaci kecil, untuk menjadi raksasa peradaban.

Beliau datang dengan membawa materi mengenai "Leaders and Leadership", memahamkan makna kepemimpinan dan menelisik kisah pemimpin-pemimipin yang sudah ada. Tema yang dibawa adalah "Prophetic Leadership", menengok kepemimpinan para nabi.

Kisah pertama adalah kisah regenerasi kepemimpinan Thalut-Daud-Sulaiman.
- Thalut, pemimpin pembebas
- Daud, pemimpin yang membangun
- Sulaiman, pemimpin yang ekspansif
Banyak sekali hikmah yang dapat diambil dari kisah mereka

Thalut seorang yang sederhana, namun tegas dan kuat. Ia besar sebagai penggembala dan mengisi waktunya dengan berlatih fisik dan belajar taktik serta strategi perang. Akhirnya ia berhasil menang bersama Nabi Daud sebagai panglimanya. Nabi Daud begitu cerdas dengan menyerang titik lemah seorang Jalut. Seorang Nabi Daud adalah dia yang begitu memahami dalam taktik dan eksekusi haruslah fokus pada Center of Gravity. Beliau dan pasukan Thalut menjadi para Creative Minority yang solid.

Selanjutnya dimasa kepemimpinan Nabi Daud, ia tegas dan taktis dalam memutuskan, tetapi terkadang masih belum menghasilkan putusan yang win-win solution. Maka Nabi Sulaiman seringkali membantu memutuskan perkara, berkat kecerdasannya serta kearifannya. Nabi Sulaiman seorang yang tumbuh dilingkungan intelek, memiliki wawasan yang luas dan kecerdasan sosial yang tinggi. Nabi Daud adalah seorang Decisive Leader, seorang mampu memutuskan dengan cepat dan tepat. Ia dipercaya dan mampu membawa perubahan-perubahan revolusioner. Seorang Nabi Sulaiman adalah orang yang ahli dalam menerapkan Keadilang yang terukur (Measurable or Instrumental Justice).

Selanjutnya adalah kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir. Dari kisah mereka didapatkan hikmah yang jika dibahasakan dalam konteks organisasi dan kepemimpinan. Dalam melihat suatu perkara haruslah menyeluruh dan dalam pemahaman jangka panjang. Tidak bisa sekedar melihat perkara dari pemaknaan singkat. Dalam hal ini Nabi Musa harus memperbaiki Organizational Performance dari Bani Israil. Akibat rapuhnya kaum tersebut, mereka bisa saja dengan mudah dihancurkan oleh penguasa. Selanjutnya, dalam membangun organisasi, bangunlah dinding yang menjadi penopang. Membangkitkan lagi hartakarun warisan berupa misi sejarah serta visi awal yang seringkali terlupakan.

Nabi Musa dalam beberapa kejadian masih terjebak oleh sifat sombong. Terkadang sifat itu justru yang menyulitkan untuk menemukan hikmah dan mendapat pilihan-pilihan yang tepat. Akhirnya ia belajar banyak kepada Nabi Khidir.

Sebelum penutupan, kami diingatkan mengenai quote seorang prajurit perang Prusia.
"Everything in strategy is very simple, but that does not mean everything is very easy (to Implement)".
- Carl von Clausewitz

Seringkali dalam menyusun strategi tak sejalan dengan eksekusi yang baik dan mulus. Haruslah mau untuk terus belajar.

Habiskan jatah kesalahan di masa sekarang!
Powered by Blogger.